belajar dari yang terdahulu

Senin, 21 November 2011

SASTRA

Terkadang, banyak orang yang merasa lebih nyaman berbagi pengalaman yang dimiliki melalui media tulis. Hal tersebut mengingat, eksistensi tulisan cenderung lebih bertahan lama dibandingkan lisan. Jenis tulisan sendiri ada beberapa macam, ada tulisan fiksi dan ada pula tulisan nonfiksi. Perbedaan antara tulisan fiksi dan tulisan nonfiksi terletak pada aspek imajinasi. Tulisan nonfiksi ditulis berdasarkan fakta, sementara tulisan fiksi didominasi oleh unsur imajinasi pengarangnya. Puisi, prosa, dan drama tergolong tulisan fiksi sementara tulisan selain ketiganya merupakan tulisan nonfiksi.
Pada akhir abad ke-16 dan awal abad ke-17 di Inggris istilah “novel” bisa menggambarkan peristiwa sesungguhnya maupun fiktif; bahkan laporan berita bisa dianggap tidak faktual (Eagleton dalam Minderop, 2010:72). Fenomena tersebut menjadikan kerancuan memahami novel sebagai salah satu jenis tulisan fiksi. Terlebih lagi ketika muncul novel yang mengandung banyak “fakta”, apakah novel tersebut masih layak dikatakan sebagai bagian dari tulisan fiksi? Dan apabila sastra merupakan karya “kreatif” dan “imajinatif”, apakah sejarah, filsafat, dan ilmu alam merupakan karya yang “tidak kreatif” dan “tidak imajinatif”? (Eagleton dalam Minderop, 2010:73).
Setelah berpolemik demikian lama, beberapa pakar sependapat bahwa sastra adalah suatu karya tulis yang menggunakan bahasa yang indah dan memiliki keleluasaan untuk berbeda dengan bahasa pada umumnya dan bahkan dapat melanggar aturan bahasa sehari-hari (Minderop, 2010:73).
Sastra merupakan sebuah hasil cipta manusia yang tak terlepas dari kretivitas pengarangnya. Maka dari itu, sastra menjadi sesuatu yang memiliki keunikan. Setiap pengarang, walaupun mendasarkan pada tema yang sama untuk membangun kehidupan di dalam karyanya tetapi kehidupan tersebut pasti tidak akan benar-benar sama antara satu pengarang dengan pengarang lainnya.Sastra bersifat unik, tetapi keunikan sastra tersebut bukan berarti terbebas dari pengaruh luar. Seperti yang dikatakan oleh Teeuw bahwa “sastra tidak lahir dalam kekosongan sastra dan budaya” (dalam Pradopo, 2002:55). Tidak menutup kemungkinan bahwa kehidupan yang dibangun di dalam sastra memiliki keterkaitan dengan kehidupan nyata maupun dengan disiplin ilmu lain atau bahkan sastra yang hadir saat ini merupakan pengembangan dari sastra terdahulu. Keterkaitan tersebut dapat berupa persamaan, perbedaan, maupun terjemahan. 

sumber: 
Minderop, Albertine. 2010. Psikologi Sastra: Karya sastra, Metode, Teori, dan Contoh Kasus. Jakarta: Buku Obor
Pradopo, Rachmat Djoko. 2002. Kritik Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta: Gama Media

1 komentar: