belajar dari yang terdahulu

Rabu, 30 November 2011

Pengajaran Sastra

PENGAJARAN MENULIS PUISI
DENGAN MODEL CTL
(CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING)


A.    PENDAHULUAN
                         I.         LATAR BELAKANG MASALAH
Menulis merupakan salah satu keterampilan di dalam mata pelajaran bahasa Indonesia. Menulis dapat berarti luas, tidak terbatas dalam satu bidang tertentu saja, misalkan hanya menulis surat dinas, dsb. Di dalam makalah ini akan dipaparkan mengenai menulis puisi.
Puisi merupakan suatu karya kreatif yang dianggap dapat menjembatani antara penyair dan pembacanya. Dengan menulis puisi, seseorang dapat menumpahkan seluruh isi hati atau pun ide untuk kemudian diramu menjadi sebuah karya yang bernilai sastra.
Permasalahannya kemudian, menulis puisi dianggap sebagai suatu keterampilan yang didapat hanya dari sebuah bakat. Sebagian pihak menganggap bahwa menulis puisi melibatkan bakat dan sulit jika dipelajari teknik-teknik untuk menjadi seorang penulis puisi professional.
Bertolak dari salah satu permasalahan yang dipaparkan di atas, penulis di dalam makalah ini akan menyajikan secara singkat mengenai trik menulis puisi dengan salah satu model pembelajaran yaitu model CTL (Contextual Teaching and Learning).

                      II.         RUMUSAN MASALAH
1.      Apa saja permasalahan di dalam pengajaran menulis puisi?
2.      Bagaimana penerapan pengajaran menulis puisi dengan metode CTL (Contextual Teaching and Learning)?

                   III.         TUJUAN
1.   Memaparkan permasalahan-permasalahan di dalam pengajaran menulis puisi;
2.   Menjelaskan penerapan pengajaran menulis puisi dengan metode CTL (Contextual Teaching and Learning).
B.     TEORI DAN METODE
I.          HAKIKAT PENGAJARAN MENULIS PUISI
a.      Hakikat Pengajaran
            Pengajaran merupakan aktivitas belajar-mengajar yang terdiri dari dua subjek yaitu guru dan peserta didik. Pengajaran menuntut adanya totalitas di dalam kegiatan belajar-mengajar yang diawali dengan perencanaan dan diakhiri dengan evaluasi. Pengajaran merupakan aktivitas yang sistematis dan sistemik yang terdiri atas banyak komponen.
            Secara garis besar, komponen-komponen pengajaran terbagi atas dua yaitu komponen pokok dan komponen penunjang. Komponen pokok diantaranya yaitu: (1) topik bahasan; (2) analisis situasi yang merupakan pijakan menentukan kehiatan pengajaran; (3) tujuan pengajaran; (4) penilaian; (5) isi pengajaran; (6) perencaan kegiatan pengajaran; (7) sumber pengajaran; (8) subjek ajar yaitu guru dan peserta didik; (9) metode pengajaran. Sedangkan komponen penunjang yaitu apa pun yang membantu kelancaran pelaksanaan pengajaran, seperti pengaturan jadwal pertemuan, tempat pengajaran, alat atau fasilitas pengajaran, dan sebagainya. Masing-masing komponen pengajaran tidak bersifat parsial (terpisah) atau berjalan sendiri-sendiri, tetapi harus berjalan secara teratur, saling bergantung, komplementer, dan berkesinambungan.
            Secara lebih jelas dapat dikatakan bahwa pengajaran merupakan kegiatan yang mencakup semua, yang secara langsung dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan khusus pengajaran (menentukan entry behavior peserta didik, menyusun rencana pengajaran, memberikan informasi, bertanya, menilai, dan sebagainya) (Ahmad Rohani, 2004: 69).


b.      Hakikat Puisi
            Puisi adalah karya sastra (Waluyo, 1987:22). Semua karya sastra bersifat imajinatif dan kreatif. Dengan kata lain, puisi adalah karya kreatif. Bahasa sastra bersifat konotatif karena banyak menggunakan makna kias dan makna lambang (majas). Bila dibandingkan dengan karya sastra lain, puisi lebih bersifat konotatif. Bahasanya memungkinkan memunculkan banyak makna. Hal ini disebabkan terjadinya pengkonsentrasian atau pemadatan segenap kekuatan bahasa di dalam puisi (Waluyo, 1987: 22).
            Sebuah puisi adalah sebuah struktur yang terdiri dari unsur-unsur pembangun. Unsur-unsur tadi dinyatakan bersifat padu karena tidak dapat dipisahkan tanpa mengaitkan unsur yang lainnya. Dick Hartoko menyebutkan (dalam Waluyo, 1987: 27) adanya dua unsur penting dalam puisi yaitu unsur tematik atau unsur semantik puisi dengan unsur sintaktik puisi. Unsur tematik atau semanyik menunjuk ke arah struktur batin, sedangkan unsur sintaktik menunjuk ke struktur fisik.

II.       PERMASALAHAN-PERMASALAHAN PENGAJARAN MENULIS PUISI
Beberapa permasalahan yang terjadi di lapangan ketika melaksanakan pengajaran menulis puisi adalah sebagai berikut:[1]
1.      Kemampuan guru yang belum memadai dalam hal pengetahuan maupun cara mengajarkan menulis puisi,
2.      Kemampuan dan minat siswa yang kurang di dalam menulis puisi,
3.      Kurangnya buku-buku yang menunjang pembelajaran menulis puisi
4.      Pemilihan model pembelajaran yang kurang tepat dilaksanakan di dalam pengajaran menulis puisi. Di dalam pengajaran menulis puisi, guru dominan menggunakan model ceramah dan teoritis,
5.      Penyampaian yang terlalu teoritis di dalam pengajaran menulis puisi, membuat siswa menjadi kurang aktif,
6.      Kurangnya penguasaan kosakata yang dimiliki siswa,
7.      Siswa-siswa yang tertarik pada puisi kemudian menjadi malas menulis puisi dikarenakan pengaruh motivasi rendah dari teman-temannya yang lain.

III.    METODE CTL (Contextual Teaching dan Learning)
a.   Hakikat Metode CTL
CTL adalah sebuah sistem belajar yang didasarkan pada filosofi bahwa siswa mampu menyerap pelajaran apabila mereka menangkap makna dalam materi akademis yang mereka terima, dan mereka menangkap makna dalam tugas-tugas sekolah jika mereka bisa mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka miliki sebelumnya.
CTL adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna. CTL adalah sutu sistem pengajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa.
CTL adalah suatu pendekatan pendidikan yang berbeda, melakukan lebih daripada sekadar menuntun para siswa dalam menggabungkan subjek-subjek akademik dengan konteks keadaan mereka sendiri. CTL melibatkan para siswa dalam mencari makna “konteks” itu sendiri.
Dalam Contextual teaching and learning (CTL) diperlukan sebuah pendekatan yang lebih memberdayakan siswa dengan harapan siswa mampu mengkonstruksikan pengetahuan dalam benak mereka, bukan menghafalkan fakta. Disamping itu siswa belajar melalui mengalami bukan menghafal, mengingat pengetahuan bukan sebuah perangkat fakta dan konsep yang siap diterima akan tetapi sesuatu yang harus dikonstruksi oleh siswa. Dengan rasional tersebut pengetahuan selalu berubah sesuai dengan perkembangan jaman.

b.   Komponen-Komponen Metode CTL
CTL terdiri dari delapan komponen yaitu:
1.   Membuat keterkaitan yang bermakna;
2.   Pembelajaran mandiri;
3.   Melakukan pekerjaan yang berarti;
4.   Bekerja sama;
5.   Berpikir kritis dan kreatif;
6.   Membantu individu untuk tumbuh dan berkembang;
7.   Mencapai standar yang tinggi;
8.   Menggunakan penilaian autentik.



Komponen pembelajaran yang efektif meliputi:
1.      Konstruktivisme. Konsep ini yang menuntut siswa untuk menyusun dan membangun makna atas pengalaman baru yang didasarkan pada pengetahuan tertentu. Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak secara tiba-tiba. Strategi pemerolehan pengetahuan lebih diutamakan dibandingkan dengan seberapa banyak siswa mendapatkan dari atau mengingat pengetahuan.
2.      Tanya jawab. Dalam konsep ini kegiatan tanya jawab yang dilakukan baik oleh guru maupun oleh siswa. Pertanyaan guru digunakan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara kritis dan mengevaluasi cara berpikir siswa, sedangkan pertanyaan siswa merupakan wujud keingintahuan. Tanya jawab dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa, siswa dengan guru, atau siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas.
3.      Inkuiri. Merupakan siklus proses dalam membangun pengetahuan/ konsep yang bermula dari melakukan observasi, bertanya, investigasi, analisis, kemudian membangun teori atau konsep. Siklus inkuiri meliputi; observasi, tanya jawab, hipoteis, pengumpulan data, analisis data, kemudian disimpulkan.
4.      Komunitas belajar adalah kelompok belajar atau komunitas yang berfungsi sebagai wadah komunikasi untuk berbagi pengalaman dan gagasan. Prakteknya dapat berwujud dalam; pembentukan kelompok kecil atau kelompok besar serta mendatangkan ahli ke kelas, bekerja dengan kelas sederajat, bekerja dengan kelas di atasnya, beekrja dengan masyarakat.
5.      Pemodelan. Dalam konsep ini kegiatan mendemontrasikan suatu kinerja agar siswa dapat mencontoh, belajar atau melakukan sesuatu sesuai dengan model yang diberikan. Guru memberi model tentang how to learn (cara belajar) dan guru bukan satu-satunya model dapat diambil dari siswa berprestasi atau melalui media cetak dan elektronik.
6.      Refleksi yaitu melihat kembali atau merespon suatu kejadian, kegiatan dan pengalaman yang bertujuan untuk mengidentifikasi hal yang sudah diketahui, dan hal yang belum diketahui agar dapat dilakukan suatu tindakan penyempurnaan. Adapun realisasinya adalah; pertanyaan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu, catatan dan jurnal di buku siswa, kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran pada hari itu, diskusi dan hasil karya.
7.      Penilaian otentik. Prosedur penilaian yang menunjukkan kemampuan (pengetahuan, ketrampilan sikap) siswa secara nyata. Penekanan penilaian otentik adalah pada; pembelajaran seharusnya membantu siswa agar mampu mempelajari sesuatu, bukan pada diperolehnya informasi di akhr periode, kemajuan belajar dinilai tidak hanya hasil tetapi lebih pada prosesnya dengan berbagai cara, menilai pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa.

Tiga prinsip ilmiah dalam CTL:
1.      Prinsip Kesaling-bergantungan;
      Prinsip kesaling-bergantungan mendesak bahwa sekolah adalah sebuah sistem kehidupan, dan bahwa bagian-bagian dari sistem itu (para siswa, para guru, koki, tukang kebun, tukang sapu, pegawai administrasi, sekretaris, sopir bus, orangtua, dan teman-teman masyarakat) berada di dalam sebuah jaringan hubungan yang menciptakan lingkungan belajar.
Prinsip kesaling-bergantungan ada di dalam segalanya sehingga memungkinkan para siswa untuk membuat hubungan yang bermakna. Pemikiran yang kritis dan kreatif menjadi mungkin. Prinsip kesaling-bergantungan mendukung kerja sama, dengan kerja sama, para siswa terbantu dalam menemukan persoalan, merancang rencana, dan mencari pemecahan masalah. Bekerja sama akan membantu mereka mengetahui bahwa saling mendengarkan akan menuntun pada keberhasilan.

2.      Diferensiasi;
      Kata diferensiasi merujuk pada dorongan terus-menerus dari alam semesta untuk menghasilkan keragaman yang tak terbatas, perbedaan, berlimpahan, dan keunikan. Alam tidak pernah membuat benda yang sama. Ada berarti menjadi berbeda. Sistem CTL merupakan sistem yang pengajarannya sesuai dengan cara kerja alam semesta. Komponen pembelajaran dan pengajaran kontekstual yang mencakup pembelajaran praktik aktif dan langsung (hand-on) misalnya, terus-menerus menantang para siswa untuk mencipta.
      Pembelajaran aktif yang berpusat pada siswa ikut mendukung ajakan prinsip diferensiasi untuk menuju keunikan. Hal itu membebaskan para siswa untuk menjelajahi bakat pribadi mereka, memunculkan cara belajar mereka sendiri, berkembang dengan langkah mereka sendiri.

3.      Pengaturan diri sendiri.
Prinsip pengaturan diri menyatakan bahwa setiap entitas (wujud) terpisah di alam semesta memiliki sebuah potensi bawaan, suatu kewaspadaan atau kesadaran yang menjadikannya sangat berbeda. Prinsip pengaturan diri meminta para pendidik untuk mendorong setiap siswa untuk mengeluarkan seluruh potensinya.
Pengorganisasian diri terlihat ketika para siswa mencari dan menemukan kemampuan dan minat mereka sendiri yang berbeda, mendapat manfaat dari umpan balik yang diberikan oleh penilaian autentik, mengulas usaha-usaha mereka dalam tuntunan tujuan yang jelas dan standar yang tinggi, dan berperan serta dalam kegiatan-kegiatan yang berpusat pada siswa yang membuat siswa nyaman dan senang.

c.    Kelebihan Model CTL
Pembelajaran, dan Pengajaran Kontekstual (CTL, Contextual Teaching and Learning) adalah salah satu topik hangat dalam dunia pendidikan sast ini. Di bawah ini, akan dipaparkan beberapa kelebihan model CTL:
a)      CTL sesuai dengan nurani manusia yang selalu haus akan makna;
b)      CTL mampu memuaskan kebutuhan otak untuk mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan yang sudah ada, yang merangsang pembentukan struktur fisik otak dalam rangka merespons lingkungan;
c)      CTL membantu para siswa dengan cara yang tepat untuk mengaitkan makna pada pelajaran-pelajaran akademik mereka;
d)     CTL menjadikan siswa dapat mengatur diri sendiri dan aktif sehingga dapat mengembangkan minat individu, mampu bekerja sendiri atau dalam kelompok.

Perbedaan CTL dengan Metode Tradisional[2]

CTL
Tradisional
Menyandarkan pada memori spasial
(Pemahaman makna)
Menyandarkan pada hafalan
Pemilihan Informasi berdasarkan kebutuhan siswa
Pemilihan informasi ditentukan oleh guru
Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran
Siswa secara pasif menerima informasi
Pembelajaran dikaitkan dengan dunia nyata/masalah yang disimulasikan
Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis
Selalu mengaitkan informasi dengan pengetahuan yang dimiliki siswa
Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai saatnya diperlukan
Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang
Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu


IV.             PENERAPAN MODEL CTL DALAM PENGAJARAN MENULIS PUISI
CTL disebut pendekatan kontekstual karena konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.
Dalam Contextual teaching and learning (CTL) diperlukan sebuah pendekatan yang lebih memberdayakan siswa dengan harapan siswa mampu mengkonstruksikan pengetahuan dalam benak mereka, bukan menghafalkan fakta. Di samping itu siswa belajar melalui mengalami bukan menghafal, mengingat pengetahuan bukan sebuah perangkat fakta dan konsep yang siap diterima akan tetapi sesuatu yang harus dikonstruksi oleh siswa. Dengan rasional tersebut pengetahuan selalu berubah sesuai dengan perkembangan jaman.
Tugas guru dalam pembelajaran kontekstual adalah membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Guru hanya megelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan suatu yang baru bagi siswa. Proses belajar mengajar lebih diwarnai Student centered daripada teacher centered. Peran guru adalah sebagai berikut:
1)   Mengkaji konsep atau teori yang akan dipelajari oleh siswa;
2)   Memahami latar belakang dan pengalaman hidup siswa melalui proses pengkajian secara seksama;
3)   Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa yang selanjutnya memilih dan mengkaitkan dengan konsep atau teori yang akan dibahas dalam pembelajaran kontekstual;
4)   Merancang pengajaran dengan mengkaitkan konsep atau teori yang dipelajari dengan mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki siswa dan lingkungan hidup mereka;
5)   Melaksanakan penilaian terhadap pemahaman siswa, dimana hasilnya nanti dijadikan bahan refeksi terhadap rencana pemebelajaran dan pelaksanaannya;

Ada beberapa langkah pembelajaran menemukan makna di dalam pengajaran menulis puisi yang dapat dipraktekan di kelas, yaitu:
1.      Merumuskan Masalah.
Siswa harus merumuskan jenis puisi yang akan ditulis. Misalnya siswa ingin menulis puisi lama ataukah puisi baru.
2.      Mengamati dan melakukan observasi.
Siswa mengamati objek, dapat berupa taman, sawah, gunung dan apapun yang diinginkan siswa karena dalam penulisan kreatif puisi tidak ada batasan siswa menulis tentang apa.
3.      Menganalisis.
Setelah menulis puisi, siswa diminta untuk menganalisis unsur intrinsik (tema, diksi, rima, tipografi) dan unsur ekstrinsik (faktor-faktor ekstrinsik seperti latar belakang sosial budaya, agama, ekonomi, dan sebagainya) yang ada pada puisi.
4.      Yang terakhir adalah mengkomunikasikannya atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru atau audien yang lain. Siswa membacakan hasil puisi yang telah dibuat di depan teman sekelas.


KESIMPULAN
Beberapa permasalahan yang terjadi di lapangan ketika melaksanakan pengajaran menulis puisi adalah sebagai berikut:
1.      Kemampuan guru yang belum memadai dalam hal pengetahuan maupun cara mengajarkan menulis puisi,
2.      Kemampuan dan minat siswa yang kurang di dalam menulis puisi,
3.      Kurangnya buku-buku yang menunjang pembelajaran menulis puisi,
4.      Pemilihan model pembelajaran yang kurang tepat dilaksanakan di dalam pengajaran menulis puisi. Di dalam pengajaran menulis puisi, guru dominan menggunakan model ceramah dan teoritis,
5.      Penyampaian yang terlalu teoritis di dalam pengajaran menulis puisi, membuat siswa menjadi kurang aktif,
6.      Kurangnya penguasaan kosakata yang dimiliki siswa,
7.      Siswa-siswa yang tertarik pada puisi kemudian menjadi malas menulis puisi dikarenakan pengaruh motivasi rendah dari teman-temannya yang lain.

Ada beberapa langkah pembelajaran menemukan makna di dalam pengajaran menulis puisi yang dapat dipraktekan di kelas, yaitu:
1.      Merumuskan Masalah. Siswa harus merumuskan jenis puisi yang akan ditulis. Misalnya siswa ingin menulis puisi lama ataukah puisi baru.
2.      Mengamati dan melakukan observasi. Siswa mengamati objek, dapat berupa taman, sawah, gunung dan apapun yang diinginkan siswa karena dalam penulisan kreatif puisi tidak ada batasan siswa menulis tentang apa.
3.      Menganalisis. Setelah menulis puisi, siswa diminta untuk menganalisis unsur intrinsik (tema, diksi, rima, tipografi) dan unsur ekstrinsik (faktor-faktor ekstrinsik seperti latar belakang sosial budaya, agama, ekonomi, dan sebagainya) yang ada pada puisi.
4.      Yang terakhir adalah mengkomunikasikannya atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru atau audien yang lain. Siswa membacakan hasil puisi yang telah dibuat di depan teman sekelas.



DAFTAR PUSTAKA
Iskandarwassid dan Dadang Sunendar. 2009. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Jhonson, B. Elaine. 2007. Contextual Teaching and Learning. Bandung: Penerbit MLC
Rohani, Ahmad. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Waluyo, J. Herman. 1987. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Penerbit Erlangga
www.google.com
www.slideshare.net




[1] (berbagai sumber)
[2] http://www.slideshare.net/abeyow/pembelajaran-kontekstualcontextual-teaching-learning-ctl