belajar dari yang terdahulu

Senin, 21 November 2011

Feature Sejarah

MUSEUM ANAK KOLONG TANGGA,
TAK SEKEDAR NOSTALGIA DI KOLONG

            Siapa yang tak mengenal tokoh kartun Doraemon. Robot modern dengan bentuk layaknya seekor kucing yang hadir dari abad 20 dan memiliki kantong ajaib. Dengan kantong ajaibnya tersebut, tokoh Nobita dan kawan-kawan dapat merasakan bermain dengan alat-alat modern. Kartun Doraemon pertama kali muncul dalam bentuk komik sekitar tahun 1969. Kini ketika tiba abad 20, kejadian yang dialami tokoh-tokoh dalam kartun tersebut terjadi pula pada anak-anak modern abad 20.
            Semakin variatif munculnya mainan-mainan modern seperti PS (PlayStation) dan beberapa jenis game online membuat (perlahan tapi pasti) mainan-mainan tradisional menjadi tergeser. Anak-anak masa kini lebih tertarik, senang, dan bangga jika mampu menaklukan tantangan-tantangan yang memang disajikan oleh mainan-mainan modern tersebut.
            Tetapi, kita sebagai orang tua, layaknya patut bersyukur. Karena di tengah persaingan dunia mainan terutama mainan modern, hadirlah sebuah museum yang khusus didedikasikan untuk anak-anak Indonesia. Museum tersebut diberi nama “Museum Anak Kolong Tangga” yang merupakan museum anak satu-satunya yang ada di Indonesia tepatnya di kota pelajar, Yogyakarta.
            Museum anak kolong tangga didirikan oleh Rudi Corens, seorang seniman berkebangsaan Belgia. Latar belakang berdirinya museum tersebut dikarenakan kesedihan Rudi Corens menyaksikan fenomena anak-anak Indonesia yang cenderung melupakan tradisi bangsa sendiri, terutama mainan-mainan (toys) dan permainan tradisional (games). Butuh waktu 15 tahun bagi Rudi untuk mengoleksi mainan-mainan anak tradisional dan buku-buku kuna yang kemudian digunakan Rudi sebagai modal mendirikan museum anak.
            Selain Rudi, ada pula beberapa tokoh yang memprakarsai berdirinya Museum Anak Kolong Tangga, yaitu Dyan Anggraini (Kepala Taman Budaya Yogyakarta), Anggi Minarni (Kepala Karta Pustaka Yogyakarta), dan Poppy Dharsono (perancang budaya senior dan pengusaha yang peduli dengan pendidikan anak).
            Mengapa dinamakan “kolong tangga”? hal tersebut karena memang lokasi museum berada di bawah kolong tangga Gedung Pertunjukan Taman Budaya Yogyakarta tepatnya di jalan Sriwedari no 1 Daerah Istimewa Yogyakarta. Walaupun berada di kolong tangga, museum tersebut memiliki koleksi mencapai jumlah 700 buah. Yang hampir semuanya merupakan mainan-mainan tradisional, mulai dari Indonesia hingga beberapa negara di dunia.
            Museum Anak Kolong Tangga mampu menampung pengunjung sebanyak 20 orang, hal tersebut mengingat lokasinya yang berada di kolong tangga tak memungkinkan menampung pengunjung yang lebih banyak. Namun begitu, pengunjung terutama anak-anak, tak akan kecewa bila berada di dalam museum, sebab seluruh ruangan penuh dengan mainan-mainan tradisional yang mungkin tak semua yang diketahui sebelumnya oleh anak-anak.
            Ketika akan memasuki ruang museum, pengunjung langsung disambut oleh dua buah boneka raksasa yang menyerupai ondel-ondel di Jakarta. Patung tersebut sangat tinggi dan dengan adanya kedua patung tersebut membuktikan bahwa museum benar-benar berada di kolong tangga.
            Pengunjung hanya perlu membayar tiket masuk sebesar Rp 4.000,- untuk satu orang dewasa di atas umur 14 tahun. ketika pengunjung memasuki ruangan museum, tepat di depan pintu masuk, pengunjung langsung disuguhkan oleh kotak kaca yang berisi boneka-boneka. Yang menjadi unik dan menarik perhatian adalah karena boneka-boneka tersebut mengandung nilai-nilai mistis. Ada lima buah boneka yang kelimanya dinamakan sebagai boneka keberuntungan.
            Berbicara mengenai boneka keberuntungan, mungkin tak banyak dari kita yang mengetahui hal tersebut. Setelah berkunjung ke museum anak kolong tangga, barulah kita mengetahui bahwa ternyata ada beberapa jenis boneka dari beberapa negara termasuk Indonesia yang dianggap sebagai boneka-boneka keberuntungan.
Kelima boneka keberuntungan tersebut yaitu pertama adalah boneka yang terbuat dari akar (akar wangi) yang dianggap sejenis dengan roh hutan, boneka tersebut adalah boneka keberuntungan dari Indonesia. Kemudian ada pula sebuah orang-orangan sawah yang dibuat dan dijual di Italia. Boneka manusia salju yang merupakan tokoh dongeng Rusia yang diletakkan di rumah ketika Natal. Ada pula kurcaci kebun, merupakan boneka dekorasi kebun yang ditemukan di Belgia, Belanda, Jerman, dan negara-negara lain di Eropa Utara, dan boneka keberuntungan yang terakhir adalah boneka penyihir yang lahir di Polandia dan biasanya digantung di dalam mobil.
Museum anak kolong tangga mampu menjadikan pengunjung merasa seolah-olah dibawa ke berbagai belahan dunia untuk menikmati setiap mainan, terutama mainan tradisional yang ada di masing-masing negara. Hampir semua koleksi mainan di museum anak kolong tangga merupakan mainan-mainan yang dibuat dengan tangan-tangan terampil manusia, seperti boneka-boneka dari kayu dan plastik, sepeda kayu, kuda-kudaan, anyaman bambu, dan berbagai macam kerajinan dari gerabah. Selain kerajinan tangan, juga terdapat gasing-gasing, poster, buku cerita, komik, dan foto tentang dunia anak dari lima benua (Asia, Eropa, Amerika, Afrika, dan Australia).
Salah satu foto permainan unik koleksi museum anak kolong tangga yaitu sebuah foto anak-anak yang sedang asyik bermain dengan ban mobil bekas. Di bawah foto tersebut, terdapat tulisan yang menjelaskan bahwa ketika musim hujan, anak laki-laki bermain dengan ban mobil di dekat sungai Brahma-Putra, di daerah Assan, India. Foto tersebut menjelaskan bahwa di dalam bermain, apa pun bisa menjadi mainan untuk anak-anak.
Selain dapat nostalgia dengan mainan-mainan “jadul” (jaman dulu), pengujung juga mendapat nasehat-nasehat bijak dengan membaca tulisan di poster-poster ataupun lukisan-lukisan yang ditempel di dinding museum. Salah satu nasehat bijak mengenai dunia pendidikan yaitu lukisan yang diberi judul “Keledai di sekolah”. Lukisan tersebut merupakan hasil karya seniman dunia berkebangsaan Belgia yang bernama Peter Breugel. Lukisan “Keledai di sekolah” merupakan sebuah desain ruang kelas di sebuah sekolah di desa. Desain tersebut adalah ilustrasi dari pepatah tua yang berbunyi “bisa dikirim keledai di sekolah, tapi dia tidak kembali sebagai kuda” yang dapat diartikan dengan “kamu bisa mengatakan apa yang kamu suka pada seorang yang bodoh, tapi dia akan tetap menjadi bodoh.”
Tak cukup dengan melihat mainan-mainan tradisional saja, pengunjung juga dapat menggunakan mainan-mainan tradisional yang khusus disediakan pihak museum di luar ruangan untuk bermain. Dengan adanya museum anak kolong tangga, lengkap rasanya menikmati keunikan-keunikan mainan-mainan tradisional dari Indonesia dan berbagai negara di dunia. Ilmu dan pengalaman yang didapat dengan mengunjungi museum, merupakan sesuatu yang berharga dan sulit terlupakan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar